Sekolah Menulis Online

Sekolah-Menulis Online

Cara Dahsyat Menjadi Penulis Hebat

Cara Dahsyat Menjadi Penulis Hebat

Selasa, 08 Desember 2009

Kepada kekasihku



kepada kekasihku,

kepada kekasihku,
yang saat ini jauh dari diriku
apalagi hatiku
kupersembahkan kata-kata ini
kata-kata sederhana
yang mungkin tiada cukup menggambarkan apa itu cinta
dan segala keindahannya

kekasihku,

sungguh aku terpesona saat pertama melihatmu
namamu langsung terukir di hatiku
tanpa bisa aku hapuskan
walau telah kucoba
dengan berbagai cara yang ku tahu dan ku bisa

kekasihku,

sungguh aku adalah manusia
yang tiada pantas mendampingimu
atau untuk sekedar mengagumimu
terlalu banyak kekurangan dan kelemahan
yang ada pada diriku

Kekasihku,

entah apa kau rasakan
apa yang aku rasakan saat ini
betapa aku sangat merindukanmu
atau sekedar sekilas melihat senyummu
agar dapat terpuaskan dahaga
yang bagaikan terik mentari
yang membakar padang pasir tandus nan membara

Kekasihku,

apakah harapan ini akan menjadi kenyataan
atau hanya impian di atas impian

aku tak tahu, mungkin ku tak kan pernah tahu
sampai kapanpun

Senin, 28 September 2009

Vibrasi Cinta dari dalam diri


Saat engkau hanya bisa melihatnya dari kejauhan
tanpa ada keberanian untuk mendekat
seakan-akan tembok energi yang tebal tak terlihat ...
menghalangimu ke sana

engkau melihatnya begitu akrab dengan yang lain
namun dengan dirimu sendiri entah berapa ratus juta tahun cahaya
bahkan engkau merasa seakan-akan dianggap tidak ada
......... sama sekali tidak ada

Jauh dalam hatimu, engkau merasakan badai datang tiba-tiba
membutakan pandanganmu dan menguasai jiwamu
menusuk dan membekukan jiwamu ....... yang menggigil kedinginan

engkau merasa tak berdaya ...... sangat tak berdaya
Sesak terasa nafasmu, bagai ada beban berat menghimpitmu
........... beban yang amat sangat berat

......... Bagai terjebak dalam badai yang kejam dan dahsyat .....

.... atau tenggelam dalam lautan luas tak bertepi, ........

. ....... tidakkah itu merupakan suatu siksaan yang sangat pedih?

Sahabat,

jika itu yang engkau rasakan, maka tanyakan dirimu
getaran atau vibrasi apakah yang sesungguhnya engkau pancarkan kepadanya?
Apakah getaran egoistik yang hanya mementingkan diri sendiri, yang sangat-sangat menginginkan dirinya
atau getaran kasih sayang yang menentramkan dan menyejukkan jiwa orang lain, terutama orang yang kau cintai

Sahabat,


Bahasa cinta adalah bahasa hati
bahasa hati adalah bahasa emosi
bahasa emosi adalah energi
bahasa energi adalah getaran atau vibrasi
yang kita pancarkan terus menerus tanpa sadar



Sungguh, getaran kasih sayang hanya akan timbul dari hati yang dimiliki oleh jiwa yang tenang tentram. hati yang jiwa pemiliknya bergantung hanya pada Allah SWT sehingga memiliki tingkat spiritualitas yang tinggi.

Jiwa yang bagaikan pegunungan yang tinggi, yang mata airnya menghasilkan air yang menyegarkan siapapun yang meminumnya, serta irama gemericiknya menentramkan jiwa siapapun yang mendengarnya

Jiwa yang tetap menjadi berkah bagi sesama manusia, apapun yang terjadi

Sahabat,

sepertinya waktunya kita semua mengevaluasi kembali, jiwa dan hati yang bagaimana yang kita miliki. Apakah jiwa yang tenang dan tentram, jiwa yang penuh kasih sayang dan terus-menerus memberkati sesama serta terus menerus memperbaiki diri sehingga keberkahan yang dia beri meningkat terus kualitasnya? Ataukah jiwa yang penuh kegelisahan, terus menerus mengutuk sesama manusia dan membiarkan diri semakin menurun kualitasnya dari hari ke hari. Erich Fromm menyebut kehidupan yang kosong dari makna itu sebagai "The Unlived Life" atau kehidupan yang tidak dijalani dengan sepenuh kehidupan alias mati sebelum mati.

Hati dari jiwa yang mati bagaikan gunung berapi itu hanya akan menghasilkan vibrasi yang mengerikan bagaikan lahar yang melahap habis semua yang bisa dicapainya.

Erich fromm mengingatkan kita bahwa "Destructiveness is the outcome of unlived life" atau kecenderungan untuk menghancurkan adalah hasil dari kehidupan kosong tanpa makna yang tidak dijalani sepenuhnya.

Oleh karena itu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengajarkan kita untuk berdoa kepada Allah:

Allahumma ashlih lii diini alladzi huwa 'ishmatu amri, wa ashlih lii dunyaaya allati fiihaa ma'aasyi, wa ashlih lii aakhirati allati fiihaa ma'aadi, waj'alail hayaata ziyaadatan lii fii kulli khair, waj'alil mauta raahatan lii min kulli syarr

("Ya Allah, baikkanlah agamaku, karena itulah penjaga urusan (kehidupan)ku. Dan baikkanlah (urusan) duniaku, karena di dalamnya aku hidup. Dan baikkanlah (kehidupan) akhiratku, karena itulah tempat kembaliku (setelah mati). Dan jadikanlah sisa hidupku semakin menambah segala kebaikan. Dan jadikanlah kematianku sebagai waktu istirahatku dari (melakukan atau merasakan) segala keburukan")

(HR. Muslim, dinukil dari Ad Du'a minal Kitab wa Sunnah hal. 32)

Sebuah nasihat untuk diri sendiri, semoga bermanfaat bagi siapapun yang membaca

Memaafkan dengan Cinta




Sahabat,
Jika kita hanya ingin bersahabat dengan orang-orang yang tidak pernah melakukan kesalahan, niscaya kita tidak akan pernah menemukan seorang sahabatpun.

Sungguh, sahabat-sahabat kita adalah manusia biasa. Mereka juga berproses menjadi untuk menjadi lebih baik dari hari ke hari, sama seperti kita. Bisa jadi, dalam perjalanan hidup ini, mereka mengecewakan kita. Mereka mungkin tidak seperti yang kita harapkan. Mereka adalah manusia-manusia yang juga terbuat dari tanah lempung sama dengan kita. Sungguh, manusia bukanlah malaikat-malaikat bersayap nan suci dan bersih dari segala kesalahan.

Bukankah para Nabi juga pernah melakukan kesalahan? Nabi Adam melanggar larangan Allah SWT untuk mendekati, apalagi menyentuh dan memakan, buah Khuldi. Nabi Adam lalu bertaubat mengakui kesalahannya, seraya mengakui dengan tulus bahwa dia telah berbuat zalim. Nabi Yunus meninggalkan tanggung jawab beliau berdakwah di Kota Ninive sehingga beliau dihukum dengan cara ditelan paus raksasa.

Sahabat,
Mungkin diantara kita ada yang bertanya, betapa enaknya mereka yang sudah melakukan kesalahan dimaafkan begitu saja. Sepintas memang begitu, namun sesungguhnya memaafkan itu adalah demi kebaikan diri kita sendiri.

Setidaknya ada 3 alasan memaafkan:

1. Ke-ikhsan-an Allah SWT:

kita ingin agar Allah SWT berbuat ikhsan pada kita, bukan sekedar adil. Ikhsan dalam bahasa Arab adalah kebaikan yang paling tinggi, yaitu berbuat baik kepada orang-orang yang sesungguhnya tidak pantas kita beri kebaikan, seperti orang yang zalim pada kita.

Jika keadilanNya ditegakkan, habislah kita semua masuk ke dalam Neraka, tidak ada diantara kita yang bakal bisa masuk surga. Bukan tidak mungkin, adanya orang-orang yang zalim pada kita itulah peluang kita berbuat baik bahkan pada mereka, agar Allah SWT berkenan memberi kepada kita balasan yang lebih baik daripada yang pantas kita dapat dengan amal sholeh kita selama ini.

2.Ketidaksempurnaan kita sendiri:

kita juga seringkali melakukan dosa dan kesalahan, kita perlu pengampunan. Jiwa manusia berkembang dari kanak-kanak menuju kedewasaan. dalam perjalanan itu, banyak kesalahan yang kita lakukan baik karena kelemahan manusiawi kita atau kurangnya kedewasaan karakter yang kita miliki. Steven Covey mendefinisikan kematangan sebagai keseimbangan antara keberanian dan tenggang rasa.

3. Demi kebaikan diri kita sendiri:

Bryan Tracy dalam buku Change your thinking change your life mengatakan bahwa suatu penjara memerlukan 2 macam orang, penghuni dan penjaga penjara. Apabila seseorang tidak memaafkan orang lain yang bersalah padanya, dia bagaikan penjaga penjara yang terpaksa menjaga tahanan yang seharusnya dia lepaskan sejak dulu. Sungguh sangat disayangkan, hidup yang hanya sekali dan sebentar ini disia-siakan hanya untuk hal seperti itu.

Tentu saja masih banyak alasan untuk tetap memaafkan mereka yang bersalah pada kita, namun ketiga alasan di atas cukup kiranya memotivasi kita untuk belajar memaafkan orang lain.

Sahabat,
Ujian persahabatan adalah menerima sahabat tersebut apa adanya, tidak menuntutnya untuk berubah. Inilah yang oleh Erich Fromm dalam The Art of Loving disebut sebagai Respect atau penghormatan, salah satu unsur terpenting dalam seni Mencintai. Meminta maaf dan memaafkan adalah bagian penting dari respect atau penghormatan tersebut.

Sahabat-sahabat kita bukanlah orang-orang yang sempurna, kita ada di dunia ini untuk menyayangi dan memberkahi mereka dengan cinta yang sempurna, cinta yang lebih banyak memberi dan memahami, cinta yang tidak menuntut balasan apa-apa. Cinta seperti ini hanya bisa dilakukan oleh orang yang sudah mampu berada dalam Modus Menjadi atau Being Mode, yaitu mereka yang mengidentifikasi diri dari apa yang mereka lakukan, bukan apa yang mereka miliki. Mode ini bertentangan dengan Having Mode, yaitu orang-orang yang mengidentifikasi diri dengan apa-apa yang mereka miliki. Lagipula, bagi kita orang-orang beragama, sudah jelas dalam keyakinan kita bahwa segala seuatu adalah milik Allah SWT, kita sesungguhnya tidak punya apa-apa dan tidak pernah pula memiliki apapun juga. Kita hanya diberi amanah, tidak lebih dari itu.

Memang, ada kalanya orang yang kita mintakan maaf itu tidak mau memaafkan kita. Tentu saja kita tidak harus memohon sampai menyembah-menyembah dan mengeluarkan air mata darah. Namun, secara diam-diam kita dapat terus menerus meningkatkan kemuliaan karakter dan tingkat kompetensi kita. Kita tetap belajar dari kesalahan-kesalahan kita.

walaupun ada yang enggan memaafkan kita, namun dia juga berhak mendapatkan keberkahan dari keberadaan kita. Walaupun mungkin dia tidak mengetahuinya, walaupun dia tidak peduli pada kita.

Aku tahu aku yang bersalah
aku tahu engkau belum mau memaafkanku
namun aku tetap mengambil pelajaran dari semua ini
sungguh, jasamu sangat besar dalam perkembangan diriku
Engkau adalah orang yang diutus untuk memperbaiki diriku
Aku berjanji jika suatu saat kita bertemu lagi,
aku sudah menjadi orang yang lebih baik daripada diriku sekarang ini

Terima kasih, engkau tetap sahabatku



"Allah SWT will never answer any prayer started with "why ........." but He will answer any prayer started with "How .........." and He will answer them, not through words, but miracles"

semoga bermanfaat,

Muhammad Nahar, SEFTer angkatan 49

Seni Mencintai dan Tingkat Eksistensi Diri

Mudahnya bilang cinta,
hanya karena suka
tak terasa terlena,
banyak hati kecewa
mungkin kau perlu waktu
tanyakanlah hatimu
bila terasa hampa
saat tiada berjumpa
pastilah itu cinta

Rafika duri

Alkisah, seorang pemuda menemui seorang ustadz yang dikenal cukup bijak dalam memutuskan perkara dan berkata "Pak ustadz, saya sudah tidak lagi mencintai istri saya. Rasa cinta itu sudah tidak ada lagi"

sang Ustadz berkata "Cintailah istrimu"

sang pemuda berkata lagi "Pak Ustadz, rasa cinta itu sudah tidak ada"

sang ustadz berkata lagi "Cintailah istrimu"

sang pemuda berkata lagi, mulai kehilangan kesabaran "Pak Ustadz, rasa cinta itu sudah tidak ada"

Sang ustadz lantas berkata "Tidak masalah apakah rasa cinta itu masih ada atau tidak, cintailah istrimu. Nak, sesungguhnya cinta itu hakikatnya memberi, bukan menerima. dengan mencintai, maka rasa cinta itu cepat atau lambat akan tumbuh kembali. Jangan hanya menjadikan cinta itu hanya sebagai perasaan yang menuntut untuk dipuaskan tetapi jadikanlah cinta itu sebagai kekuatan untuk memberi dan memahami"

Sang pemuda pun menganggukkan kepala, mengerti apa yang dikatakan sang ustadz

Sahabat,

Sungguh, di dunia ini tidak ada kata terindah sekaligus paling menyakitkan selain cinta. Namun pernahkah kita berintrospeksi cinta macam apakah yang kita punya?

Sebelum membahas tentang cinta itu sendiri, kita perlu mengetahui bahwa ada tiga tingkatan eksistensi diri manusia, yaitu materi, energi dan jiwa.


  1. Pada eksistensi diri tingkat materi, manusia terus menerus mencari sensasi kenikmatan sesaat. dia merasa terpisah dari lingkungannya dan orang lain. terkdang terjadilah lingkaran setan yang menjebak manusia sehingga sulit meningkat dari eksistensi materi. sensasi yang dia rasakan tidak memuaskan dia dan menyebabkannya mencari sensasi baru yang lebih dahsyat lagi. Sensasi itu bisa berupa sensasi fisik seperti makanan atau minuman, atau psikologis seperti pujian atau perhatian orang lain dsb. Orang yang masih dalam eksistensi materi seringkali merasa bosan dengan sensasi yang sudah ada dan ingin lebih lagi dan lagi. Manusia tingkat materi cenderung mengidentifikasikan dirinya dengan apa saja yang dia miliki. dalam istilah Mas Jamil, orang-orang ini memiliki mentalitas To Have.


  2. pada eksistensi diri tingkat energi, manusia mulai meningkat kepekaannya dan merasakan kesatuan dan keterpautan dengan semesta dan sesamanya. bahwa dia adalah bagian tak terpisahkan dari lautan energi yang meliputi alam semesta ini. jeritan sesamanya yang terbenam dalam penderitaan mulai dia rasakan seakan-akan dia sendirilah yang mengalami penderitaan itu. Sebaliknya, apabila ada sesamanya yang mengalami kegembiraan, dia turut bergembira seakan-akan dia sendirilah yang mengalami kegembiraan itu.

  3. pada eksistensi diri tingkat jiwa, manusia mulai merasakan benar kekuasaan Allah SWT. Pada tahap eksistensi inilah manusia dapat dengan efektif membangun karakternya. Dia percaya bahwa dengan bantuanNya, dia akan lebih kuat daripada apapun juga di dunia ini. Namun, dalam menggapai impiannya, dia tidak egois dan hanya memikirkan diri sendiri. dia memastikan bahwa impiannya itu akan membawa manfaat bagi sebanyak mungkin manusia dan makhluk yang lain di dunia ini. Pada saat inilah seseorang biasanya mendapat atau merasakan panggilan jiwanya, mencari makna hidup sesungguhnya kata Victor Frankl. Misi hidup, menurut Steven Covey dan Proposal Hidup menurut Bapak Jamil Azzaini. Mereka memiliki mentalitas yang berbeda dengan orang-orang yang ada di tingkat materi yaitu mentalitas To Be atau mentalitas menjadi. Mereka secara proaktif mampu menulis ulang naskah kehidupan mereka agar sesuai dengan prinsip-prinsip kehidupan. Mereka mampu untuk menjadi lebih pengertian, lebih tekun, lebih sabar, lebih bersyukur dan sebagainya.


Maka,

  1. Jika seseorang mencintai pasangannya karena keelokan parasnya, maka sesungguhnya orang itu masih berada di tingkat eksistensi materi. Hawa nafsu masih mendominasi orang yang cintanya seperti ini. Sesungguhnya yang dia cari hanyalah sensasi, kenikmatan sesaat. Baik sensasi yang bersifat fisik atau psikologis.


  2. Jika seseorang mencintai pasangannya selama tingkat energinya kondusif, yaitu saat orang itu merasa nyaman saat mengajak pasangannya berinteraksi, maka sesungguhnya dia berada di tingkat eksistensi energi.


  3. Jika seseorang mencintai pasangannya tanpa syarat, hanya ingin memberkahinya sebagai seseorang yang dititipkan oleh Allah SWT kepadanya maka sesungguhnya dia telah berada di tingkat eksistensi jiwa. Dia telah memiliki karakter yang agung yaitu karakter yang terbentuk karena kebiasaan-kebiasaan baik yang selaras dengan syariat dan sunnatullah atau hukum-hukum alam.


Cinta pada eksistensi jiwa inilah yang mendorong seseorang mencintai yang dia cintai tanpa syarat, walaupun parasnya biasa saja atau tingkat energinya sedang kurang kondusif. Cinta yang lebih banyak mendengarkan, memahami, menghargai dan memberi. Cinta yang menghasilkan tabungan emosi positif yang jumlahnya tak terkira.

Sahabat,

ketika kita menikmati kopi instant, tentunya yang kita nikmati dan kita sukai adalah isinya. Diseduh air panas dan diminum perlahan-lahan, hmmmmmmmm nikmaat. bungkus aluminium foil-nya tentu saja kita buang, bukankah jarang sekali ada orang yang suka mengoleksi bungkus kopi

namun, apakah kita mencintai orang yang kita cintai dengan cara yang sama? kita hanya menyukai aspek-aspek tertentu darinya, apakah fisik atau parasnya saja atau tingkat energinya semata. Tentu saja tidak, jika ya, maka kita sesungguhnya tidak mencintai orang tersebut tetapi hanya sekedar menyukainya. Itu pun tidak 100 persen, tetapi hanya sebagian saja yang sesuai dengan selera kita.

Manusia adalah makhluk mulia yang harus dihargai secara keseluruhan. Manusia memang terdiri dari berbagai unsur seperti materi/fisik, energi dan jiwa. Namun, keseluruhan unsur-unsur itu membentuk satu kesatuan utuh yang disebut manusia. Hal ini tent tidak menafikan adanya kekurangan dalam diri manusia.

Karena itulah, mencintai seorang manusia haruslah dengan integritas pribadi yang kukuh. Cinta yang terpatrikan integritas di dalamnya akan menjadi benteng yang kukuh dan rumah yang nyaman bagi jiwa orang yang dicintai. Cinta yang benar-benar bisa dipercaya, tidak akan memanipulasi atau berbohong.

Erich Fromm mengatakan bahwa Cinta bukanlah sentimen yang dapat dinikmati oleh orang-orang tanpa pandang kedewasaan dan kematangan emosi. Fromm menyebut cinta seperti ini sebagai cinta produktif. Cinta yang oleh sang pencinta lebih difokuskan pada aktifitas, lebih memberi dan memahami secara proaktif. Memberi di sini tidak selalu dimaknai dengan materi, namun lebih kepada hal-hal yang bersifat energi atau spiritual seperti perhatian, pertolongan, dan menyediakan diri untuk dijadikan sandaran saat diperlukan.

Aktifitas dan pemberian itu didorong oleh adanya rasa kepedulian dari sang pencinta pada yang dicintainya. Kepedulian yang menimbulkan rasa tanggung jawab atau responsibility. Orang yang mencintai dengan cinta yang sejati tentu akan merespon dengan baik terhdap kebutuhan siapa saja yang dia cintai.

Namun, rasa tanggung jawab tersebut harus diimbangi dengan rasa hormat atau respect. Rasa hormat di sini adalah mencintai dengan membiarkannya tetap menjadi dirinya. Respon sang pencinta terhadap kebutuhan kekasihnya adalah respon yang tulus tanpa ada kepentingan terselubung di dalamnya. Respon yang tidak terdistorsi oleh keinginan atau ketakutan sang pencinta. "Aku mencintaimu sebagaimana engkau adanya, bukan sebagaimana yang aku inginkan", demikian kira-kira isi kepala dan hati mereka.

Rasa hormat seperti di atas hanya bisa didapatkan apabila sang pencinta adalah orang yang merdeka, yang telah mencapai kemerdekaan sepenuhnya atau Private Victory dalam istilah Steven Covey.

Rasa hormat itu sendiri hanya bisa didapatkan apabila sang pencinta memiliki ilmu pengetahuan yang memadai, baik tentang cinta itu sendiri ataupun orang yang dicintai. Pengetahuan seperti ini, selain diperoleh dengan belajar melalui berbagai sarana seperti buku, internet dan sebagainya, juga bisa diperoleh dengna komunikasi yang jujur, efektif dan saling terbuka penuh kepercayaan. Keterbukaan seperti itu tentu menimbulkan kerentanan, dan hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang memiliki keimanan yang kukuh.

Karena itulah Erich Fromm mengatakan bahwa cinta adalah aksi dari orang-orang yang memiliki keimanan yang kukuh dalam dirinya. Orang-orang yang imannya lemah, maka Cintanya juga lemah.

Love means to commit oneself without guarantee, to give oneself completely in the hope that our love will produce love in the loved person. Love is an act of faith, and whoever is of little faith is also of little love.
- Erich Fromm

Cinta seperti ini hanya bisa dilakukan oleh orang yang sudah mampu berada dalam Modus Menjadi atau Being Mode, yaitu mereka yang mengidentifikasi diri dari apa yang mereka lakukan, bukan apa yang mereka miliki. Mode ini bertentangan dengan Having Mode, yaitu orang-orang yang mengidentifikasi diri dengan apa-apa yang mereka miliki. Lagipula, bagi kita orang-orang beragama, sudah jelas dalam keyakinan kita bahwa segala seuatu adalah milik Allah SWT, kita sesungguhnya tidak punya apa-apa dan tidak pernah pula memiliki apapun juga. Kita hanya diberi amanah.

Maka, jelaslah kini bagi kita bahwa yang namanya cinta tidaklah identik dengan sekedar suka. Cinta adalah seni, yang hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang terlatih di dalam melaksanakan seni tersebut.

Sahabat,

Cinta bukanlah perkara remeh, mudah atau main-main. Cinta adalah Seni Maha Agung yang tidak semua orang bisa melakukannya. Orang harus belajar dan berlatih, bahkan kadang harus berjuang untuk mencintai dan mendapatkan cinta pada akhirnya.

Namun demikian, tidak pernah ada kata terlambat dalam belajar Seni mencintai. selama kita masih dianugerahi dan diamanahi kehidupan, maka saat itulah kita terus menerus belajar Seni mencintai, sehingga cinta yang indah itu akan menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan kita.

Cinta tanpa seni mencintai bagai kapal rapuh yang penuh kebocoran berlayar di lautan, setiap saat bisa kandas atau tenggelam. Cinta dengan seni mencintai bagai Bahtera Nabi Nuh yang tidak akan pernah tenggelam walaupun badai dahsyat menggulung lautan yang sedang dilayari.

Semoga bermanfaat

Hikmah Patah Hati




Ya Tuhanku yang Maha Pengasih
Engkau sahaja pemeliharaku
Dengarkan rintahan hambaMu ini
jangan Kau biarkan ku sendiri
Agar ku dapat bahagia walau tanpa bersamanya
gantikanlah yang hilang tumbuhkan yang telah patah
kuinginkan bahagia di dunia dan akhirat
padaMu Tuhan kumohon segala

InTeam, Doa Seorang kekasih

Sahabat,

Sungguh, di dunia ini tidak ada kata terindah selain cinta. Namun, sudah tidak terhitung berapa banyak yang menderita karena kata tersebut. Bahkan ada yang memilih sakit gigi daripada sakit hati karena putus cinta alias patah hati.

Patah hati bisa jadi adalah anugerah tersembunyi yang diberikan olehNya agar hati kita yang telah mengeras dan membeku menjadi lembut dan peka pada tanda-tanda kekuasaanNya. Musim dingin tersebut adalah kesempatan bagi kita "berhibernasi" dan berkontemplasi dengan relaks sebagai bekal menghadapi kehidupan yang akan datang.

Bukan tidak mungkin, orang yang menyebabkan kita patah hati sehingga menderita, nelangsa dan sebagainya adalah "utusan"Nya yang bertugas memaksa kita kembali ke jalan yang benar, jalan yang Dia kehendaki. setelah tugasnya selesai, biarlah sang "utusan" pergi meninggalkan kita, tidak perlu kita mengejarnya. Kita tinggal meneruskan perjalanan di jalan yang Dia kehendaki, di mana kebahagiaan yang dijanjikan untuk kita menanti jika kita sabar meniti jalan lurus tersebut.

Mungkin yang perlu diperbaiki adalah pemahaman kita tentang kesenangan dan ksedihan, yang bagaikan musim semi dan musim dingin. Sehingga kita menerima datangnya musim dingin kesedihan di hati kita sebagaimana kita menerima kedatangan musim dingin di ladang pertanian kita. Saat kita tidak bisa menanam apapun di ladang tersebut.

Jika suatu saat kita menemukan cinta yang lain, mudah-mudahan saat itu kita telah menjadi pribadi yang lebih matang dan dewasa. Suatu pribadi yang lebih siap untuk mencintai dengan Cinta yang lebih banyak mendengarkan, memahami, menghargai dan memberi. Cinta yang jauh lebih sabar dan penuh kasih sayang. Cinta yang menghasilkan tabungan emosi positif yang jumlahnya tak terkira. Cinta yang terpatrikan integritas di dalamnya, yang akan menjadi benteng yang kukuh dan rumah yang nyaman bagi jiwa orang yang dicintai. Cinta yang benar-benar bisa dipercaya, tidak akan memanipulasi atau berbohong.

Jikapun kita menuntut sesuatu dari yang kita cintai, yang kita tuntut tersebut bukanlah demi kepentingan atau kesenangan pribadi namun sesungguhnya untuk kebaikan yang dicintai juga. Tuntutan yang lebih merupakan dorongan rasa tanggung jawab sebagai seorang pencinta yang menjaga kekasihnya dari segala mara bahaya. Tuntutan yang tidak disertai paksaan, yang tetap dalam koridor penghormatan kepada yang dicintai.

"The deeper that sorrow carves into your being, the more joy you can contain" demikian kata Kahlil Gibran. Kepedihan yang kita alami sesungguhnya merupakan petunjuk akan datangnya bahagia.

When God wants to give you His Wisdom and His Guidance and He finds the door of your heart locked, then He sends you an angel to break your heart so the wisdom and guidance can enter. The problem is that you chase the angel and you forget and ignore the wisdom and guidance God has given.

Sungguh, cinta adalah hal teragung yang ada di muka bumi ini dan hanya pantas untuk diberikan kepada Dia yang Kekal Abadi, yang tidak akan pernah mengecewakan para pencintaNya, disertai rasa takut dan harapan padaNya.

Sebuah nasihat untuk diri sendiri yang sedang patah hati.

Semoga bermanfaat bagi siapapun yang membaca

Inspired by: The Art of Loving, Erich Fromm dan The Prophet, Kahlil Gibran

Muhammad Nahar, SEFTer angkatan 49